Tetap bisa menyusui walau sambil bekerja? YUP PASTI BISA! Saya Auliya, seorang wanita berumur 29 tahun, saya adalah seorang pekerja dan ibu dari putri kecil nan cantik yang baru berusia 6 bulan. Mendapat anak merupakan anugerah yang tak ternilai harganya. Dan saya benar-benar bersyukur, mendapat kepercayaaan dari Tuhan YME untuk mengandung, melahirkan, dan bisa merawat benih cinta dari pernikahan saya dengan seorang laki-laki yang saya cintai ini adalah hal paling luar biasa yang pernah saya alami sepanjang hidup saya. Dari sejak awal kehamilan, saya sudah berjanji ke diri sendiri jika anak saya lahir nanti saya akan memberikan yang terbaik untuk dia. Dari awal kehamilan pun, nutrisi terbaik tidak pernah saya abaikan demi bisa melihat tumbuh kembang dia dalam kandungan. Merasakan tendangannya, mendengar denyut jantungnya, Masya Allah, ada nyawa dalam perut saya, dan itu benar-benar membuat saya dan suami terharu. Supporting Breastfeeding Working Mom
Akhirnya tibalah hari itu, hari yang tidak akan pernah saya lupakan seumur hidup saya. 27 Januari 2015, anak saya lahir, dengan persalinan normal (dan saya bangga karena itu), dengan berat 3,1kg dan panjang 49 cm, putri kecil saya dinyatakan sehat seluruhnya. Kata orang, pemberian nama adalah doa dari orang tua. So here, Bee Putriquita As Sakhi. Bee, putri kita (Putriquita) yang diharapkan dapat bermanfaat bagi orang lain, pekerja keras, punya teman yang banyak, seperti layaknya lebah (Bee) dan selalu mempunyai sifat dermawan (As Sakhi) … aamiin aamiin aamiin ya robbal alamiin.
Oke, fase menjadi orang tua baru akhirnya kami alami juga. Dan seperti janji saya saat masih hamil dulu untuk memberikan selalu yang terbaik yang saya bias. Saya pun memenuhinya, yaitu salah satunya dengan memberikan apa yang menjadi hak anak saya. ASI, dari payudara saya sendiri, demi mewujudkan generasi-generasi yang berkualitas dan sehat jasmani rohani. Saya makan makanan yang bergizi supaya ASI saya banyak gizinya. Rasa bangga pun mengalir lagi dalam diri, bisa melaksanakan persalinan secara normal dan bisa memberikan ASI kepada anak saya, oh I feel so awesome!
Pengetahuan tentang laktasi yang saya kumpulkan pada saat kehamilan pun bisa saya praktekkan. Dan suami, mungkin malah dia dulu yang lebih paham dari pada saya. Karena sebelum menikah dengan saya, dia sudah pernah membantu kakak perempuannya menyajikan ASI untuk anaknya. Dia siap menjadi Ayah ASI bahkan sebelum mempunyai anak sendiri. Saya pun enjoy memberikan ASI eksklusif selama masa saya cuti sambil sesekali menyiapkan untuk stok pada saat saya tinggal bekerja nantinya. Dan yah, tibalah hari ketika cuti 3 bulan saya berakhir.
Yang perlu saya tekankan disini, memberikan ASI itu bukan udik, bukan ndeso, memberikan ASI itu malah kekinian. Ini hadiah terbaik yang bisa ibu berikan untuk anaknya, jika dia niat, mampu, dan mau. Iya, MAU. Karena memang memberikan ASI itu sedikit ribet, apalagi untuk ibu pekerja, harus bisa membagi waktu untuk memerah sambil tetap bisa menyelesaikan pekerjaan. Belum lagi barang bawaan berangkat ke kantor pun bertambah satu, yaitu cooler bag berisi peralatan “perang” untuk memerah di kantor.
Wonderwoman si superhero dari negeri seberang mah lewat. Dukungan dari lingkungan kantor pun juga harus ada. Perihal tentang pekerja perempuan yang menyusui juga ditandai dengan ditandanganinya Surat Keputusan Bersama 3 Kementrian (Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, dan Kementrian Kesehatan) pada tahun 2012, yang difokuskan pada 2 hal: yaitu pemberian kesempatan pada ibu bekerja untuk menyusui dan atau memerah selama bekerja serta penyediaan sarana ruang atau pojok untuk memerah dan atau menyusui. Dan saya bersyukur, lingkungan pekerjaan saya memungkinkan saya untuk memerah disana. Teman-teman, atasan, semua support. Saya pun tetap berusaha menjaga mood agar tetap gembira di tengah-tengah stress di dalam pekerjaan, karena mood saya juga mempengaruhi ASI. Semakin bahagia si ibu maka semakin baik ASI-nya. Dan saya bersyukur sekali, tiap hari dari hari pertama saya kembali bekerja setelah cuti berakhir sampai hari ini anak berusia 6 bulan 9 hari, saya bisa membawa “oleh-oleh” untuk anak saya minimal 5 botol berisi @80ml ASI per harinya. Anak saya pun berhasil lulus S1 ASI.
Dukungan dari suami pun mutlak harus ada, karena menurut saya itu juga bisa membuat ASI lancar. Saya pun lagi-lagi bersyukur bisa ber-partner dengan suami, karena sering dialah yang menyiapkan botol-botol ASI untuk saya bawa kerja, yang mencuci dan merebus botolnya (agar terjaga kesterilannya), dan dia jugalah yang meletakkan botol-botol ASIP saya tiap malam di kulkas bawah agar bisa dihidangkan untuk anak saya di pagi harinya.
Jadi untuk ibu-ibu pekerja di luar sana yang ingin dan masih memberikan ASI untuk anak-anaknya tercinta, tetap semangat ya! Semua diawali dari niat. Selama niat untuk memberi yang terbaik untuk anak itu ada, yakin, pasti ada jalan. Tenang, tidak perlu merasa sendirian dan segan menyusui, sudah banyak kok ruang laktasi di tempat umum. Tetap semangat ya, Moms! Happy breastfeeding to all wonderful mother in the world. JJJJJ
Nur Auliya
Juara 3 Lomba Family Story Telling
“Supporting Breastfeeding Working Mom”
Gathering 1 Tahun RSIA Kendangsari Merr